Ad Code

Sepenggal Surga yang Terpenggal di Teluk Maumere

Anak Laut (Foto: Dok. Pribadi)
JARUM jam baru menunjukkan angka 07.30 WITA, di awal bulan Desember lalu, ketika kami meninggalkan homestay di Kota Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, Pulau Flores. Agenda kami hari itu adalah menuju kawasan pesisir pantai Kampung Wuring, titik untuk memulai penyelaman di beberapa titik di Teluk Maumere ini.
Kampung Wuring adalah sebuah perkampungan nelayan di pinggiran Kota Maumere, kurang lebih 5 Km dari pusat kota. Kampung yang mayoritas penghuninya adalah suku Bajo, suku yang lebih dikenal sebagai pelaut-pelaut ulung. Bahkan rumah yang dibangun pun persis di atas laut, dengan struktur yang sangat kuat. Apabila petang menjelang, air pasang datang yang ketinggiannya nyaris menyentuh lantai rumah. Sementara untuk menghubungkan rumah ke rumah, warga hanya memakai bambu 2-3 batang saja sebagai jembatannya. Apabila tak hati-hati, bisa-bisa tercebur masuk ke air laut.
Pagi itu ketika melintasi pemukiman ini, kami bertemu dengan beberapa peneliti dari Jepang dan Amerika yang kata orang-orang sekitar, mereka sedang menganalisis struktur bangunan rumah orang-orang Bajo ini. Demikian juga, kami bertemu dengan beberapa pasang turis bule yang menginap di rumah orang Bajo ini.
Rumah Suku Bajo (Foto: Dok. Pribadi)

Entahlah sejak kapan Suku Bajo ini mendiami kawasan ini. Beberapa orang yang saya kenal hanya bercerita bahwa asal-usul suku Bajo dari Sulawesi yang semuanya adalah pelaut-pelaut ulung yang sulit jika hidup atau tinggal di gunung. Kata “bajo” sendiri berarti mendayung perahu dengan alat yang disebut bajo. Mereka bisa dikatakan telah menjadikan laut sebagai “nyawa” mereka. Mereka seolah menyatu dengan laut. Dan tak perlu heran jika anak-anak kecil usia 4-5 tahun sudah mahir berenang dan menyelam. Barangkali mereka telah “diajarkan” berenang sejak dalam kandungan ibundanya!
Di Maumere, selain di kampung Wuring, suku ini banyak ditemui di Pulau Parumaan, Kojadoi, Pemana, dan dalam komunitas kecil hampir dapat ditemui di seluruh penjuru pesisir Maumere. Ada “hal yang lain” yang saya temui pada suku ini, yaitu tentang sekolah (formal). Sekolah pada sebagian besar suku ini adalah nomor sekian. Kebanyakan orang tua suku Bajo berpikir bahwa sekolah sampai sarjana pun tidak mendapat tempat yang layak di birokrasi karena mereka menganggap diri dan atau dianggap sebagai pendatang. Itulah mungkin yang kami temui pagi itu. Anak-anak kecil di pagi hari pada jam yang seharusnya mereka bisa belajar di sekolah, masih asyik bermain-main (belajar) di pantai.
Surga yang Terpenggal
Teluk Maumere, sesungguhnya adalah sebuah pesona hamparan perairan yang menyimpan berjuta potensi hayati di dalamnya. Pinjam istilah Emha Ainun Nadjib, selaksa surga yang terpecah dan bocor ke bumi nusantara. Betapa tidak, terumbu karang yang terkandung di dalamnya menyimpan keindahan yang luar biasa meskipun pernah porak-poranda diterjang tsunami pada tahun 1992. Terumbu karang dengan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan sumberdaya yang memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi, pesona keindahan, dan menyediakan cadangan sumber plasma nutfah. Tak hanya itu, terumbu karang di laut ini juga menjadi “rumah” bagi beragam biota laut, termasuk ikan-ikan hias berwarna-warni yang berenang hilir mudik di antara karang di kedalaman sekitar dua hingga lima meter.
Dengan kata lain, terumbu karang di sini memiliki peranan yang sangat penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, terumbu karang merupakan tempat berbagai organisme yang berasosiasi dengannya untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Selain itu terumbu karang juga berfungsi sebagai pelindung pantai dari gelombang dan abrasi.
Menyelam Mencari Ikan (Foto: Dok. Rusydi)

Sedangkan fungsi ekonominya, terumbu karang yang indah bisa menjadi objek wisata bahari yang dapat menarik banyak wisatawan, sekaligus bisa dijadikan wilayah tangkapan ikan yang potensial bagi para nelayan.
Namun sayangnya, yang kami temui di bawah laut Teluk Maumere ini tidak semua terumbu karang berada dalam kondisi yang baik. Beberapa di antaranya tampak kritis, terpenggal, hancur berkeping-keping. Entah apa penyebab utamanya. Bisa jadi gempa dan gelombang tsunami besar yang terjadi pada tahun 1992 lalu menjadi penyebabnya. Namun dari pengamatan sekilas kami, sepertinya kerusakannya ini lebih disebabkan oleh ulah manusia yang melakukan pengrusakan terumbu karang dengan cara mem-bom dan pemberian racun ketika menangkap ikan. Ini bisa dilihat dari bekas-bekas hancurnya terumbu karang. Tentu saja ini sangat disayangkan karena akan berakibat pada kerusakan ekosistem laut dan dapat menurunkan hasil tangkapan ikan dan merosotnya pendapatan para pencari ikan.
Perkembangan pembangunan dan tuntutan ekonomi secara tak langsung juga turut memberikan tekanan terhadap kehidupan terumbu karang. Selain dengan bom dan racun sianida, yang menjadi ancaman terhadap kehidupan terumbu karang adalah pengambilan karang secara langsung dan sporadis untuk bahan bangunan, pengoperasian kapal dengan pukat harimau, kegiatan penambangan pasir dan penggundulan hutan pantai yang menyebabkan tingginya sedimentasi dan pencemaran akibat pembuangan limbah industri dan rumah tangga secara langsung ke laut.
Di samping itu, pembangunan hotel dan bangunan lainnya di pinggir pantai yang sekarang mulai marak di tepian pantai Maumere akan sangat mengganggu keseimbangan dinamis pola sedimentasi pantai jika tidak diperhitungan dampak ekologisnya. Akibatnya, air menjadi keruh dan tak bagus bagi pertumbuhan karang. Jika terumbu karang rusak, tentu suatu saat nanti akan memaksa nelayan mencari ikan hingga pulau-pulau kecil yang jauh dari daratan Pulau Flores. Begitulah, terkadang tuntutan kehidupan memaksa kita untuk “tak sadarkan diri” terhadap lingkungan. Mungkin kita baru akan menyadari kalau lingkungan kita “murka” dengan caranya.
Teluk Maumere, bagian dari Laut Flores, yang penuh misteri sekaligus menawarkan sejuta pesona, yang menghadirkan ketakjuban, keharuan sekaligus kerinduan, yang menghadirkan surga, sayangnya surga itu kini sedikit demi sedikit mulai terpenggal!

Posting Komentar

10 Komentar

  1. karena investor juga tuntutan modernisasi zaman sering tidak memperhatikan lingkungan.
    menarik sob.

    BalasHapus
  2. Bicara soal penggalan surga, bagaimana kabar air terjun Pengajaran punya Wonosalam Cak? Terakhir ke sana pas TK, bareng para anak-anak pramuka sekolahan Ayah. Sekarang sepertinya nama Pengajaran sudah kalah tenar dengan air terjun Pacet punya tetangga sebelah, Mojokerto.

    BalasHapus
  3. pengen kesanan om... #rogoh saku

    Salam Blogger Ringin Contong

    BalasHapus
  4. lihat tabungan dulu pak... berhubung jauh dari jkt, ongkosnya juga lumayan kali ya.

    BalasHapus
  5. Bung menarik sekali ceritanya. Saya beberapa kali ke Maumere belum pernah kesana. Tapi pernah dengar tetang suku Bajo yang hidup di laut ini. Kebetulan saya sedang mencari community sponsorship untuk masyarakat yang memiliki lifestyle khas, membangun mereka menuju kesejahteraan secara mandiri tanpa harus mengubah cara hidup dan memberikan peluang manfaat kemajuan bagi mereka sebanyak banyaknya. Minta ijin tulisan dan foto nya saya kutip sebagai bahan awal dari proposal saya ya. Saya akan sebutkan kredit dan sumber nya. Terima kasih banyak. Salam, Yatie Saloh, Pekerja NGO di Jakarta.

    BalasHapus
  6. keren mas buat infonya da semoga bermanfaat

    BalasHapus
  7. mantap gan infonya dan salam sukses selalu

    BalasHapus

Thanks for your visiting and comments!

Ad Code