Ad Code

Secuil Potret Konsumsi Jeroan

Sumber foto: shutterstock.com

MASYARAKAT Indonesia pada umumnya masih menjadikan jeroan sebagai bagian pola konsumsi pangannya. Bahkan selama ini Indonesia masih mendatangkan atau mengimpor jeroan sapi untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Secara umum juga menunjukan peningkatan dalam jumlah konsumsinya. Hal ini bisa saja disebabkan karena daya beli masyarakat terhadap daging yang rendah sehingga jeroan sebagai penggantinya. Selain dikonsumsi langsung, jeroan juga digunakan sebagai bahan masakan soto babat, nasi goreng, sate jeroan, sambal goreng, keripik usus, dan sebagainya. Pada umumnya jeroan sapi, kambing dan ayam merupakan pilihan yang sangat populer bagi masyarakat Indonesia.

Meskipun sebagai produk sampingan dan masih banyak perdebatan jeroan sebagai pangan manusia, namun dibeberapa negara dunia jeroan juga menjadi bagian pola konsumsi masyarakatnya. Di Amerika Serikat dan Kanada, jeroan tidak untuk konsumsi masyarakat tetapi lebih untuk pakan binatang peliharaan. Namun negara-negara di belahan selatan benua amerika jeroan menjadi santapan dan kuliner spesial. Di Brasilia misalnya, mempunyai menu khas yang disebut churrasco yaitu jantung ayam yang dipanggang dan feijoada yaitu rebusan kacang merah atau hitam dicampur dengan daging dan jeroan. 

Sementara negara-negara di benua asia, seperti Filipina, Pakistan, Lebanon, India, atau negara-negara Timur Tengah, jeroan juga menjadi hidangan sehari-hari masyarakatnya dan bahkan menjadi hidangan di resto-resto. Di Jepang misalnya, jeroan juga dikonsumsi sebagai campuran yakitori yaitu sate khas Jepang berbahan dasar daging ayam atau daging sapi diselang-seling dengan kulit, hati, jantung, atau ampela ayam yang dibakar dan dihidangkan bersama sake. Begitu pula di Libanon, jeroan sangat populer dibuat nikhaat (otak kambing berbumbu) sebagai isi roti. 

Di beberapa negara maju lainnya seperti Italia, Spanyol, Yunani, Turki dan Rumania, masyarakatnya juga mengkonsumsi jeroan. Bahkan di Inggris juga sebagai bahan makanan halal karena disajikan dalam bentuk steak. Sedangkan di Skotlandia ada hidangan khas dari jeroan domba yang sebut Haggis.  Di dalam haggis, ada bagian hati, jantung, paru-paru, dan bagian jeroan lain dari domba yang umumnya masih berusia muda. Keberadaan haggis sudah ada selama berabad-abad. Hidangan ini dianggap unik di Eropa karena di negara-negara barat, bagian selain daging hewan ternak biasanya tidak dimanfaatkan untuk makan manusia.

Jeroan pada umumnya merupakan produk sampingan dengan banyak manfaat sekaligus kekurangan sebagai salah satu produk pangan. Masyarakat memilih jeroan sebagai bagian dari produk pangan yang dikonsumsi karena salah satu penyebabnya adalah harganya yang relatif murah. Selain itu jeroan juga mudah didapat di pasaran dan jeroan juga memiliki kandungan nutrisi yang cukup beragam seperti protein, lemak, vitamin dan mineral. Misalnya jeroan jenis hati ayam, selain harganya relatif murah, mudah diperoleh, mudah dicerna, juga kandungan nutrisinya yang sangat baik. 

Menurut Astawan (2012), hati ayam mengandung banyak zat gizi, di antaranya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral. Vitamin yang terdapat pada hati ayam adalah B kompleks, vitamin A, vitamin B12, dan asam folat serta nilai proteinnya pun tidak kalah dengan daging sapi dan daging lembu. Oleh karenanya, di banyak negara jeroan dimanfaatkan untuk menanggulangi malnutrisi protein dan kerawanan pangan. 

Di samping itu, dalam sebuah hasil riset tentang industri daging Jerman, Xue, et. al. (2019) menyebutkan bahwa memilih lebih banyak produk sampingan daging atau jeroan seperti hati dan babat, dapat membantu mengurangi emisi ternak sebanyak 14%.

Namun demikian, jeroan juga seringkali menjadi ‘tertuduh’ sebagai salah satu makanan yang tidak sehat yang bisa menjadi penyebab sejumlah masalah kesehatan seperti meningkatnya kolesterol dan asam urat. Pun demikian dengan berbagai stigma negatif lainnya, termasuk anggapan bahwa mengonsumsi jeroan akan menurunkan derajat dan martabat masyarakat.

Meskipun demikian, di Indonesia berbagai olahan hidangan dengan bahan dasar jeroan seperti usus, babat, hati, dan lain sebagainya memiliki rasa sangat sedap dan banyak penggemarnya. Berbagai hidangan jeroan pada masyarakat Indonesia ada yang diolah menjadi soto, gule, atau dibuat menjadi berbagai macam hidangan lain. Saat momentum keagamaan seperti menjelang ramadhan dan idul fitri, kita biasa menyantap sambal goreng dengan hati atau irisan ampela. Belum lagi varian jeroan yang dibuat keripik seperti keripik usus dan paru. Ini juga sekaligus menunjukan kemampuan dan kekayaan masyarakat kita dalam dunia kuliner yang mampu menghadirkan hidangan dengan bahan-bahan yang seringkali ’dituduh’ sebagai sampah.

Dengan kegemaran orang Indonesia makan jeroan, tak perlu heran jika tingkat konsumsinya cukup tinggi dan bahkan beberapa tahun lalu Indonesia mendatangkan jeroan dari negara lain. Tentu ini sebenarnya bisa menjadi peluang bagi pelaku ekonomi ternak dalam negeri untuk bisa memenuhi kebutuhan jeroan (juga daging tentunya). Bagaimanapun juga impor, apalagi untuk produk yang dianggap limbah seperti jeroan, tidak saja mengganggu ‘harga diri’, tetapi juga mengganggu ‘kesehatan’ perekonomian bangsa.

*Tulisan ini pertama kali diterbitkan di https://gagasan.sariagri.id/203/secuil-potret-konsumsi-jeroan

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code