Ad Code

Profil Bung Tomo: Suara Lantang yang Membakar Semangat Arek Surabaya

BUNG Tomo adalah sosok yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah heroik bangsa kita, khususnya dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Nama aslinya adalah Sutomo, lahir di Surabaya dari keluarga priyayi menengah. Ayahnya pernah bekerja di berbagai instansi pemerintah maupun swasta, memberi warna tersendiri dalam kehidupan masa kecilnya. Meski berasal dari keluarga terhormat, Bung Tomo tidak hidup dalam kemewahan. Ia merasakan bagaimana sulitnya kondisi ekonomi yang akhirnya membuatnya harus berhenti sekolah formal. Namun, semangat belajarnya tak pernah padam. Ia tetap menuntut ilmu melalui pendidikan korespondensi hingga tingkat HBS, membuktikan bahwa tekad kuat mampu mengalahkan keterbatasan.

Sejak remaja, Bung Tomo aktif dalam kegiatan kepanduan. Dari sinilah semangat kepemimpinan, kemandirian, dan keberanian mulai tumbuh dalam dirinya. Jiwa Pramuka yang tertanam sejak muda membentuk karakter pejuang yang disiplin dan pantang menyerah. Ketika dewasa, ia terjun ke dunia pergerakan dengan bergabung bersama Gerakan Rakyat Baru (GRB). Di sanalah kemampuannya berorasi mulai dikenal luas. Bung Tomo memiliki suara lantang, tegas, dan penuh semangat—suara yang kelak akan menggema dalam sejarah bangsa.

Puncak kiprah Bung Tomo terjadi pada 10 November 1945. Saat itu, Surabaya menjadi medan pertempuran sengit antara rakyat Indonesia dan pasukan Sekutu. Di tengah kekacauan dan ketakutan, suara Bung Tomo melalui radio menjadi penyalur semangat bagi seluruh rakyat. Seruannya menggugah kesadaran kita semua bahwa kemerdekaan harus dipertahankan dengan darah dan keberanian. Ucapannya yang berapi-api membuat rakyat kembali bangkit, tidak gentar, dan siap berjuang habis-habisan.

Bung Tomo bukan hanya pahlawan perang, tetapi juga tokoh yang konsisten dalam perjuangan politik setelah kemerdekaan. Ia pernah menjabat sebagai menteri dan anggota konstituante. Namun, yang membuatnya semakin dihormati adalah keberaniannya dalam menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang dianggapnya tidak berpihak pada rakyat. Ia adalah contoh nyata bahwa cinta tanah air tidak hanya ditunjukkan di medan perang, tetapi juga dalam memperjuangkan keadilan di masa damai.

Bung Tomo wafat pada tahun 1981 ketika sedang menunaikan ibadah haji di Padang Arafah, Arab Saudi. Kepergiannya menutup perjalanan hidup seorang pejuang sejati yang hidup dan mati dengan semangat kemerdekaan. Hingga kini, suara lantang Bung Tomo tetap menggema di hati kita—mengingatkan bahwa semangat 10 November bukan sekadar peringatan, tetapi cermin keberanian dan cinta tanah air yang harus kita warisi dan lanjutkan.


Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code