Ad Code

Di Jombang, Masjid dan Gereja pun Satu Tembok!


SAYA tak habis pikir, apa yang menyebabkan “konflik” di Ciketing, Bekasi hingga menimbulkan peristiwa berdarah-darah. Saya tak ingin berdebat siapa yang salah, siapa yang benar, siapa yang memancing di air keruh, atau bahkan siapa yang membuat air itu menjadi keruh. Tetapi sungguh saya semakin terheran-heran, beragama kok pakai berantem sampai berdarah-darah, apapun motivasinya. Apalagi ini di Bekasi yang notabene dekat dengan Jakarta yang dianggap pusat "modernitas", pusat "peradaban" dan kebudayaan Indonesia.

Ini tentu memicu ingatan saya untuk menunjuk sebuah kampung di Jombang bagian selatan. Meskipun selama ini Jombang dikenal sebagai kota santri, kota dengan ratusan pesantren, dengan 4 pesantren besar yang “memagari” kota, tetapi sampai sekarang kehidupan beragama tetap terjalin mesra. Tidak ada gesekan, apalagi pertengkaran karena agama yang sampai berdarah-darah.

Kalau kita telusuri kota Jombang, di timur ada pesantren Darul ‘Ulum, di selatan ada pesantren Tebuireng, di sebelah barat ada pesantren Denanyar, dan di sebelah utara ada pesantren Bahrul ‘Ulum. Namun, di kota ini umat agama selain Islam (Kristen, Hindu, Konghucu, Budha) tetap bisa berkembang dan hidup berdampingan secara akur. Belum pernah seumur-umur saya mendengar ada konflik yang berdimensi atau menyangkut isu-isu keagamaan.

Di Jombang, terutama Jombang bagian selatan yang meliputi kecamatan Mojowarno, Ngoro, Bareng dan Wonosalam, tiga agama bisa berkembang secara signifikan tanpa ada gesekan dan benturan, yaitu Islam, Kristen (Protestan) dan Hindu. Bahkan di Desa Mojowangi Kecamatan Mojowarno jumlah pemeluk Islam dan Kristen jumlahnya hampir seimbang. Bangunan masjid dan gereja pun jaraknya tak terlalu jauh. Beberapa puluh meter di sebelah selatan gereja tua Mojowarno dan merupakan gereja bersejarah di Jombang, berdiri dengan kokoh bangunan masjid.

Sementara itu di Bongsorejo yang ada di sebelah timur Tebuireng, Cukir, Diwek, bangunan masjid dan gereja juga saling berdekatan. Begitu juga di Kertorejo, Kecamatan Ngoro. Sementara di Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, bangunan pura, masjid dan gereja hampir berdekatan. Kehidupan masyarakat Ngepeh pun tetap harmonis, bahkan menarik perhatian seorang wartawan Kompas, Ingki Rinaldi, yang kemudian mengangkatnya ke dalam tulisan dengan juadul “Kebersamaan Beragama di Dusun Ngepeh”.

Dan yang lebih “ekstrim” lagi, di Dusun Mutersari, ada bangunan masjid dan gereja yang temboknya menjadi satu. Tempat ibadah yang terletak di pinggir Jalan Raya Mojoagung-Wonosalam ini hanya tersekat oleh tembok masjid yang sekaligus menjadi pembatas dengan halaman gereja, sementara halaman masjid tersekat oleh tembok yang menjadi dinding gereja. Beberapa hari yang lalu saya sempat lewat di depan tempat ibadah itu. Di depan gereja masih tampak spanduk ucapan Idul Fitri dari saudara-saudara kita dari Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan di Dusun Mutersari. 

Sungguh menyaksikan pemandangan di Jombang selatan ini, ada kesejukan tersendiri di tengah “bara” kehidupan beragama di Indonesia akhir-akhir ini. Kehidupan beragama yang seharusnya penuh kejujuran dan tak ada dusta di antara para pemeluknya, kini mulai "terkoyak". Akankah "bara" kehidupan beragama kita semakin membara? Tentu saya tak berharap demikian!

Posting Komentar

10 Komentar

  1. Semoga kerukunan ini bisa terlihat dan berkembang dengan baik di daerah-daerah lain. Amien ya rabbal alamin.

    BalasHapus
  2. amien
    desaku yang ku cinta mutersari selalu damai dan rukun

    BalasHapus
  3. Dalam perbedaan selalu saja ada gesekan2 kecil, termasuk juga di GKJW Mutersari dan masjid yang bersebelahan..

    tp selalu ada toleransi dari salah satu atau keduanya,,

    BalasHapus
  4. sama kayak kejadian di kota Limapuluh, Batubara, salah satu kabupaten di Sumut. Mesjid raya dan gereja berdampingan tanpa ada bentrok antar agama, malahan masyarakat disana terkenal damai dan tentram satu sama lain.

    BalasHapus
  5. Kok bisa begitu ya...

    ada ada aja..

    salam kenal admin blog...

    komentarkan artikel ini ya....

    http://www.timkomte.com/2012/09/traffic-pengunjung-rumahku-turun.html

    BalasHapus
  6. sebenarnya bukanlah karena agama yang menyebabkan konflik,, tapi karena masalah pribadi, cuma beda agama.. maka di sini seringlah di sangkut pautkan dengan agama..
    agama islam tak mengajarkan berbuat kerusakan, bahkan tak boleh memaksa dalam mengajak kebaikan.. sayang sekali, masalah pribadi bernaung di bawah agama, sungguh.. ini malah membuat aib agama, dan malah membuat orang jadi benci agama kita..

    salam kenal..^-^

    BalasHapus
  7. postnya bagus bgt bung
    I like it
    kalo di ungaran masjid dan gereja katedral hanya di pisahkan oleh jalan raya ..
    kedua bangunan itu berhdap-hadapan dan sampai sekarang terjalin silaturahmi yang baik ..

    BalasHapus
  8. Ini yg saya banggakan dari masyarakat jombang beserta ulama2 besarnya... pertahankan kedamaian dan sorga dunia ini...

    BalasHapus
  9. Bukti kerukukan umat beragama di Jombang hanya oknum yang tidak suka kedamaian yang merusak kebersamaan

    BalasHapus

Thanks for your visiting and comments!

Ad Code