Ad Code

Kisah Tumbuhan Liar yang Menopang Hidup Masyarakat Dayak Seberuang

Masyarakat Dayak dan Hutan [Foto: anataranews.com]

DI tengah gempuran pangan instan dan kemudahan pasar modern, ada sebuah kisah yang tak pernah lekang oleh waktu dari pedalaman Kalimantan Barat, yaitu bagaimana masyarakat Dayak Seberuang menjadikan hutan sebagai dapur sekaligus lumbung kehidupan. Di wilayah Kabupaten Sintang, kearifan ini tidak hanya diwariskan, tetapi terus dipraktikkan sebagai bagian dari identitas budaya sekaligus strategi bertahan hidup yang berkelanjutan.

Bagi masyarakat Dayak, hutan bukan sekadar ruang hijau, tetapi “pasar alami” berisi puluhan jenis tumbuhan bernutrisi tinggi. Bahkan di tahun 2024, ketika tren superfood terus berkembang, banyak jenis tumbuhan liat yang dikonsumsi masyarakat lokal terbukti kaya antioksidan, vitamin, dan mineral—yang tak kalah dari produk impor.

Sebut saja pakuk miding (Stenochlaena palustris), paku-pakuan favorit yang kini semakin populer di restoran-restoran Kalimantan karena rasanya yang gurih dan kandungan zat besinya yang tinggi. Atau rebung buluh (Bambusa spp.) yang tidak hanya kaya serat tetapi juga semakin dipromosikan sebagai bahan pangan rendah kalori. Tepus (Etlingera coccinea) bahkan mulai diburu pasar kuliner karena aromanya yang khas dan kandungan fitokimianya yang bermanfaat bagi kesehatan.

Di sisi lain, kelompok buah-buahan liar menawarkan potensi ekonomi yang sangat besar. Rukam (Flacourtia rukam), misalnya, kini menjadi sorotan karena tingginya kadar antosianin—senyawa antioksidan yang biasanya banyak ditemukan pada blueberry. Sementara itu, mangga hutan seperti mawang (Mangifera pajang) dan kemantan semakin banyak dijual di pasar tradisional hingga toko oleh-oleh. Buah-buah lokal seperti tebedak, peluntan, hingga durian hutan juga menjadi komoditas musiman yang bernilai jual tinggi.

Tidak berhenti pada pangan, beberapa tumbuhan liar juga menjadi “apotek alam”. Letup (Physalis angulata) dikenal sejak lama sebagai obat tradisional, sementara daun salam hutan (Syzygium polyanthum) kini mulai diteliti lebih serius karena sifat antioksidan dan antimikrobanya.

Kearifan Dayak Seberuang dalam mengelola tumbuhan liar membuktikan bahwa hubungan manusia dan alam bisa tercipta secara harmonis. Mereka memanen secukupnya, tahu musim terbaik, dan tidak serakah. Prinsip sederhana ini membuat keberlanjutan tetap terjaga hingga kini.

Dalam konteks perubahan iklim dan krisis pangan global, pengetahuan semacam ini seharusnya menjadi inspirasi. Tumbuhan liar bukan hanya “pangan darurat”, tetapi potensi masa depan. Jika dikembangkan dengan riset yang lebih kuat, beberapa jenis justru bisa menjadi produk unggulan lokal.

Di balik setiap helai daun muda, pucuk paku, atau buah hutan yang dipetik, tersimpan hikmah bahwa alam telah menyediakan begitu banyak—asal kita tahu cara menjaga dan memanfaatkannya. Dan masyarakat Dayak Seberuang telah membuktikan bahwa hutan bukan tempat yang harus ditakuti, melainkan ruang hidup yang harus dihormati.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code