Ad Code

Lebaran Ketupat: Sejarah, Filosofi, dan Dampak Ekonomi

SEJARAH Ketupat Lebaran memiliki akar budaya yang kuat dan telah berlangsung selama berabad-abad dalam tradisi masyarakat Indonesia. Ketupat, sebagai hidangan khas saat perayaan Idul Fitri, memiliki jejak sejarah yang panjang, yang merentang dari masa lampau sampai kini. Selain itu juga, Ketupat Lebaran juga memiliki nilai-nilai filosofis dan berdampak secara ekonomi.  

Beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa ketupat pertama kali muncul pada masa Hindu-Buddha dan peyebaran agama Iislam. Ketika itu, masyarakat menggunakan ketupat sebagai makanan praktis yang dapat dibawa dalam perjalanan jauh. Selain itu masyarakat di Jawa juga menjadikan ketupat sebagai tolak balak atau kesialan dengan cara menggantungkan ketupat di depan pintu rumah. 

Sementara itu dalam catatannya, sejarawan Hermanus Johannes de Graaf, memperkirakan bahwa ketupat sudah ada sejak abad ke-15 atau pada masa Kerajaan Demak. Catatan lain menyebutkan bahwa pada abad ke-17, ketupat diperkenalkan dengan filosofi yang lebih bermakna islami saat agama Islam mulai menyebar, terutama pada masyarakat Jawa. Dan Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai simbol perayaan hari raya Idul Fitri pada masa kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Perayaannya dilakukan  terutama pada hari ke tujuh atau selesai puasa syawal yang dilakukan mulai tanggal 2 sampai 7 syawal. 

Secara filosofis ,ketupat atau kupat ini melambangkan "laku papat" atau empat tindakan, yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Makna "lebaran" yang berasal dari kata lebar. Kata lebar sendiri bisa diartikan selesai atau arti kedua yaitu luas. Jadi lebaran merupakan ending dari aktivitas puasa dengan selama sebulan penuh. Maka lebaran adalah bagian dari merayakan "kemenangan" setelah sebulan penuh menahan diri dari nafsu yang bisa membatalkan dan/atau mengurangi pahala puasa. Sementara kalau mengikutu arti kedua yang berarti luas, bahwa manusia setelah berpuasa memiliku hati yang lebih luas dan menerima segala ketentuan hidup yang telah digariskan.  

Sementara "luberan" yang berasal dari kata luber yang berartyi banjir atau berlimpah. Maknankya bahwa Ramadan dan Idul Fitri menjadi merupakan momentum yang penihan dan keberlimpahan berkah, entah itu brekah ekonomi, berkah nilai-nilai sosial dan sebagainya. Itu makanya pada saat Idul Fitri aktivitas ekonomi maupun sedekah lebih intens dilakukan oleh masyarakat. Berbagi antar sesama, pemberian THR, dan zakat fitrah adalah beberapa bentuk keberkahan ekonomi yang memang mendapat "dukungan" secara teologi.  

Selanjutnya "leburan" yang berasal dari kata dasar lebur atau bisa diartikan hancur yant berarti setelah berpuasa sebulan penuh dan dilanjutkan dengan Idul Fitri yang ditandai dengan saling bermaafan maka dosa-dosa manusia akan hancur lebur.

Dan terakhir "laburan", berasal dari kata labur yang artinya membedaki, mengecat, mengapur (melabur dengan kapur). Ini dimaknai bahwa hati seseorang yang telah menjalani ibadah puasa Ramadan sebulan penuh akan kembali fitri, kembali suci dan putih, seputih kapur.

Selain itu, dibalik kenikmatan rasa dan aroma yang disajikan, ketupat secara bentuk juga mengandung makna filosofis lain yang mendalam. Bentuk segi empat ketupat melambangkan keadilan, kejujuran, keseimbangan, serta keselarasan dalam kehidupan manusia. Selain itu, bagi orang Jawa juga melambangkan perwujudan Kiblat Papat Limo Pancer, yang menggambarkan keseimbangan alam dalam empat arah mata angin utama, namun hanya ada satu kiblat atau pusat yang ini bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah SWT.

Selanjutnya dalam proses pembuatannya yang melibatkan perpaduan antara nasi dan janur daun kelapa mencerminkan hubungan manusia dengan alam, serta nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Demikian juga proses memasak ketupat yang memerlukan waktu dan ketelatenan juga mengajarkan tentang kesabaran dan ketekunan dalam mencapai tujuan. Dalam kerumitan anyaman daun kelapa yang membungkus ketupat, terdapat pesan tentang kerumitan hidup yang dapat diatasi melalui kolaborasi dan kerja keras.

Dalam konteks ekonomi, Lebaran Ketupat juga menjadi momen ekonomi yang penting bagi banyak pelaku usaha, terutama para pedagang ketupat dengan segala pernak-perniknya. Pedagang yang menjajakan janur kelapa maupun selongsong ketupat pun bermunculan di pelbagai pasar maupun di pingir-pinggir jalan. Ini berarti ada perputaran ekonomi yang meskipun musiman tetapi juga menyentuh langsung pedagang-pedagang kecil, perajin selongsong ketupat maupun petani kelapa sebagai produsen janur.  

Diperkirakan ada jutaan ketupat selama musim lebaran yang dibuat, diperdagangkan, dan dikonsumsi masyarakat yang ini tentu memberikan efek ekonomi yang luar biasa. Belum lagi permintaan terhadap pernak-pernik yang mengiringi ketupat. Ada berbagai jenis daging, jerohan, bumbu-bumbu dan bahan-bahan lain yang permintaannya meningkat saat menjelang Lebaran Ketupat.

Dengan demikian, Lebaran Ketupat memang mempunyai sejarah yang panjang dan memiliki nilai filosofi maupun dampak ekonomi yang signifikan. Selain itu tentu saja momen Lebaran Ketupat ini mengajarkan kita untuk bersyukur atas berkah yang diberikan dan untuk senantiasa berbagi kebahagiaan dengan sesama. Selamat menikmati Ketupat Lebaran!

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code