SETIDAKNYA hampir lima sampai tiga tahun terakhir, areal produksi cengkeh di kawasan Wonosalam, Jombang mulai menyusut. Ini bukan karena kesengajaan para petani yang mengalihkan jenis tanamannya atau memberangus tanaman cengkehnya. Tetapi lebih karena serangan penyakit yang mematikan terhadap tanaman cengkeh, yang sampai sekarang belum jelas apa jenis penyakitnya. Benyak masyarakat tani di sana yang menduga-duga apa gerangan wabah yang melanda petani cengkeh ini?
Ada yang menduga karena keberadaan penyulingan daun dan tangkai cengkeh yang marak sejak pertengahan tahun 1990-an. Mereka berpendapat bahwa asap dan debu dari proses penyulingan yang terbawa angin telah "mengotori" tanaman cengkeh dan membuatnya mati. Apalgi asap dari proses ini memnag cukup tajam dan menyengat.
Ada juga yang menduga, akibat proses pengambilan (menyapu) daun cengkeh menggunakan kawat dan benda-benda tajam, bukan sapu lidi, yang menyebabkan perakaran serabut atau bagian atas tanaman cengkeh ikut tertarik dan rusak. Selain itu akibat proses pengambilan sampai bersih, membuat kelembaban tanah sekitar atau bawah tanaman menjadi berkurang. Tanah mudah merekah dan cepat mengering, apalagi proses pengambilan yang terbaik memang di musim kemarau seperti saat ini.
Kemudian ada juga yang menduga, akibat stok bahan baku penyulingan (daun dan tangkai) yang berkurang, pengusaha kadangkala mendatangkan daun dan tangkai dari luar kota dan pulau. Padahal, bahan baku itu belum tentu "steril" dari berbagai macam hama dan penyakit. Diduga, daerah-daerah yang diambil daun dan tangkainya dulu pernah terserang berbagai hama dan penyakit. Jadi ini secara tidak langsung sama dengan "mengimpor" hama dan penyakit.
Saya sendiri untuk sementara sepakat dengan berbagai dugaan masyarakat itu, terutama dengan dugaan kedua dan ketiga. Lalu kira-kira virus dan/atau bakteri apa yang menyerang kawasan Wonosalam ini?
Beberapa kali saya bertemu dengan orang yang saya anggap paham (karena bekerja di instansi yang terkait dengan masalah ini). Ternyata sama saja, kebanyakan belum paham juga. Bahkan beberapa waktu lalu saya sempat berbincang dengan staf dinas pertanian yang pernah belajar dan lulus dari jurusan hama dan penyakit tanaman (HPT). Sayangnya, katanya lagi, dia spesialis HPT untuk tanaman hortikultura, bukan tanaman keras dan perkebunan, dan baru "ngeh" dengan masalah ini setelah saya beritahu.
Sayapun terus mencari jawaban, bukan untuk mengobati tanaman cengkeh saya (lha wong saya tak punya kebun cengkeh), tetapi kasihan saja melihat lingkungan sekitar jika tanaman cengkehnya tak terselamatkan hanya gara-gara tak tahu penyakitnya plus ter/di-telantarkan oleh pihak-pihak yang harusnya cepat tanggap dengan masalah ini. Saya sendiri tak bisa membayangkan, apa jadinya kalau Wonosalam tanpa pohon cengkeh.
Saya sendiri punya dugaan sendiri, berdasar pada dugaan ketiga yang tersebar di masyarakat plus sedikit pengamatan amatiran. Dugaan saya, melihat gejalanya, kemungkinan besar kematian tanaman cengkeh di Wonosalam disebabkan oleh bakteri, yaitu bakteri Pseudomonas syzygii atau bakteri pembuluh kayu cengkeh (BPKC), yang sekitar tahun 2000-an lalu sempat menyerang daerah-daerah di Jawa Timur seperti Blitar, Malang, Tulungagung, Kediri dan Mojokerto. Di Wonosalam Jombang kala itu relatif steril dari serang bakteri yang mematikan ini. Namun, sejak itu pula banyak pengusaha penyulingan daun cengkeh yang mendatangkan dedaunan dari kawasan Pacet Mojokerto yang pernah terserang itu.Sebenarna bakteri ini tidak bisa menular atau berpindah sendiri, tetapi melalui serangga atau vektor.
Gejala dari serangan bakteri ini adalah dedaunan mengering dan meranggas hanya beberapa minggu atau bulan setelah terserang yang kemudian menyebabkan kematian tanaman. Beberapa literatur dan jurnal yang sempat terbaca menyebutkan bahwa bakteri ini sulit di kendalikan dengan pengobatan. Jadi jika terserang akan sulit dipulihkan, dengan kata lain harus ditebang dan dimusnahkan atau dibiarkan mati telantar. Pengobatan hanya memberikan "nyawa" tanaman lebih panjang saja.
Entahlah, untuk sementara itu informasi yang bisa saya share. Saya tetap optimis, seperti yang tertuang dalam ajaran suci, setiap penyakit pasti ada obatnya, demikian juga yang terjadi di kampung kami ini. Wallahualambishowab!
Artikel terkait:
10 Komentar
Baru tahu saya kalo ada bakteri yang menyerang tanaman. Selama ini cuma tahu jamur, gulma, dan hewan2 yang jadi hama. Semoga bisa segera 'sembuh' agar tetap berproduksi.
BalasHapussemoga bakterinya cpt hilang ya
BalasHapusdiperkirakan bakteri pseudomonas syzygii ya yang menyerang itu, hmmm.... semoga segera bisa diatasi ya, Mas...
BalasHapusBISsebetulnya bisa saja diatasi..... klo petani rutin tiap 2 bln sekali ngaci pupuk / obat sesuai dosis... yang sudah menengering segera di potong dan di bakar byar tdak menular ke yang lain
HapusSangat disayangkan bila belum ditemukan permasalahan sebenarnya, apalagi cara penanganannya.
BalasHapusSemoga cengkeh di Wonosalam tetap jaya ya... :)
wah, kasihan para tetangga saya di wonosalam
BalasHapussampeyan wonosalam mana mas jun? saya banyak teman di pangklungan
entah kang, saya tidak paham masalah flora dan penyakitnya..
BalasHapusseharusnya minimal ada pelaporan kepada pemerintah dan instansi terkait sehingga tidak menjadi wabah..
Semoga ada solusi. Wonosalam memang tempatnya indah penuh dengan pepohonan. dulu saya pernah hidup di Jombang di PP DarulUlum -Peterongan.
BalasHapusSalam dari Semarang
wah sangat disayangkan ya ..
BalasHapusharus ada perbaikan dan tanggung jawab itu ..
mesti segera di tanggulangin itu mah
BalasHapusThanks for your visiting and comments!