Ad Code

Mengantisipasi Fenomena Greenflation

Sumber: iStockphoto

DALAM acara debat calon wakil presiden semalam, ada istilah yang muncul dari salah satu calon wakil presiden, yaitu greenflation, yang juga dikenal dengan inflasi hijau. Bagi orang yang tertarik dengan isu-isu lingkungan atau ekonomi lingkungan, atau bagi pembelajar mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, istilah ini cukup umum dan merupakan bagian dari bahasannya. Apalagi di akhir-akhir ini muncul paradgima baru dalam pembangunan ekonomi, yang bergeser ke green economy, termasuk di dalamnya terkait greenflation.

Lalu apa itu greenflation? Greenflation adalah adalah fenomena kenaikan harga mineral dan energi yang terjadi sebagai konsekuensi dari transisi ke energi hijau. Istilah ini mencakup kenaikan harga barang dan jasa yang terkait dengan ekonomi yang lebih ramah lingkungan. Transisi ini melibatkan penggunaan teknologi yang lebih bersih dan berkelanjutan, yang seringkali membutuhkan bahan mentah dan energi khusus.

Greenflation muncul karena erbagai faktor, misalnya karena tingginya ketergantungan pada bahan bakar fosil dan transisi yang tidak teratur ke energi rendah karbon, meningkatnya permintaan terhadap energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan, kebijakan pajak karbon yang meningkatkan harga bahan bakar, teknologi ramah lingkungan yang memerlukan logam dan mineral seperti tembaga, litium, dan kobalt dalam jumlah besar, kenaikan harga bahan mentah seperti litium, yang digunakan untuk baterai mobil listrik, dan aluminium, yang digunakan dalam energi surya dan angin, dan masih banyak fakor penyebab lainnya.

Dampak dari greenflation ini tentu akan memberikan tekanan pada harga berbagai produk selama masa transisi ke energi hijau. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan biaya hidup dan mempengaruhi konsumen akhir. Namun di sisi lain, dampak greenflation terhadap konsumen akhir dianggap lebih kecil dibandingkan dengan inflasi yang disebabkan oleh energi fosil.

Untuk mengantisipasi greenflation, beberapa negara, termasuk Indonesia, mulai mempertimbangkan untuk mempercepat program hilirisasi hasil tambang. Hal ini bertujuan untuk menambah stok atau suplai hasil tambang dan bahan logam yang diperlukan untuk penerapan teknologi hijau, sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi hijau di masa depan. Bank Indonesia sendiri telah memberikan insentif likuiditas makroprudensial bagi bank yang memberikan kredit bagi usaha yang menggarap hilirisasi mineral dan pertambangan.

Jadi greenflation ini adalah fenomena yang muncul sebagai hasil dari transisi global menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Meskipun memiliki dampak positif terhadap lingkungan, transisi ini juga membawa tantangan ekonomi berupa kenaikan harga yang dapat mempengaruhi konsumen dan perekonomian secara agregat. 

Oleh karena itu, fenomena greenflation akan terus berlanjut seiring berjalannya waktu, sampai akhir dekade ini atau bahkan setelahnya. Regulasi terkait lingkungan hidup yang semakin ketat yang membatasi investasi pada operasi pertambangan dan proyek ekstraksi yang menimbulkan polusi tinggi justru membatasi pasokan komoditas dan meningkatkan kenaikan harga. 

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Keren berawal dari debat, kini banyak orang yang membicarakannya. secara nggak langsung mengenalkan ke publik agar terhindar dari dampak yang tidak di inginkan.

    singgah juga bro https://bit.ly/3HDJBwn

    BalasHapus

Thanks for your visiting and comments!

Ad Code