Sumber gambar: economist.com |
PADA postingan sebelumnya saya sempat menulis tema greenflation pasca debat calon presiden (capres), yang kemudian ramai dibahas masyarakat karena tanya jawabnya disertai intrik dan gimmick-gimmick yang membuat begidik dan jijik. Mengapa? Disamping tingkah polah yang agak "kakehan polah" juga karena jawaban capres yang ditanya ternyata tidak ditemukan oleh capres yang memberi pertanyaan. Parahnya capres penanya pun menanggapi dengan memberikan contoh kasus, yang ternyata contohnya juga salah. Barangkali memang penanya juga tidak paham apa yang ditanyakan, atau bahkan tak sadar apa yang dikatakan. Entahlah.
Baiklah kita tinggalkan greenflation. Dalam istilah ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan, juga ada istilah greedflation, yaitu sebuah fenomena di mana perusahaan memanfaatkan periode inflasi untuk menaikkan harga produk atau layanannya secara berlebihan dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan, meskipun biaya produksi yang digunakan tidak mengalami kenaikan.
Istilah greedflation ini menggambarkan situasi di mana perusahaan, terutama di sektor pangan, migas (minyak dan gas), dan properti, melakukan markup harga yang besar dan membebankan biaya tambahan ini kepada konsumen dengan cara menaikan harga jual produknya. Ini berbeda dengan inflasi pada umumnya yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti biaya produksi yang lebih tinggi atau adanya peningkatan permintaan terhadap suatu produk.
Greedflation dapat terjadi ketika perusahaan akan menghadapi tren inflasi dan memutuskan untuk menaikkan harga sebagai antisipasi terhadap biaya yang lebih tinggi di masa mendatang. Ini seringkali terjadi tanpa peningkatan proporsional dalam biaya produksinya, jadi ada keputusan sepihak perusahaan dengan menaikan harga produknya sehingga pada akhirnya dapat mendorong inflasi lebih lanjut.
Dampak dari fenomena greedflation adalah sulitnya akses konsumen dalam mendapatakan produk-produk utama seperti makanan, energi dan properti, menyebabkan kesulitan ekonomi, dan menambah tekanan inflasi. Meskipun perusahaan perlu menaikkan harga selama periode inflasi, fokus utama seharusnya adalah memenuhi kebutuhan pelanggan daripada meningkatkan margin keuntungannya.
Contoh sederhana dari fenomena greedflation dalam kehidupan sehari-hari adalah kebijakan menaikan produk pangan, misalnya harga jual produk burger tempe oleh produsen (anggap ini sebagai makanan utama), meskipun bahan dasarnya berupa kedelai dan faktor produski lainnya harganya tetap. Karena perusahaan memprediksi ke depan harga kedelai meningkat karena permintaannya bersaing dengan industri minyak nabati maupun pakan ternak, maka mulai sekarang perusahaan burger tempe melakukan markup harga demi memaksimalkan keuntungannya. Tentu praktik-praktik seperti ini bisa merugikan konsumen dan malah menunjukan keserakahan produsen.
Itulah yang dimaksud dengan greedflation yang sangat berbeda dengan greenflation. Soal demo rompi kuning di Perancis yang dicontohkan salah satu capres apa terkait dengan greenflation? Tidak. Demo rompi kuning yang terjadi di Perancis pada 2018 itu lebih disebabkan karena banyak hal terutama biaya hidup yang melambung pasca kenaikan pajak bahan bakar minyak fosil (BBM fosil) sehingga menyebabkan kenaikan pengeluaran terhadap BBM yang di Perancis pengeluarannya bisa mencapai 15 persen dari pendapatan. Jadi demo rompi kuning tersebut lebih dekat kaitannya dengan greedflation daripada greenflation.
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!