Ad Code

Inflasi Pangan dan Sepinya Meja Makan Kita

Hidangan di meja makan [Foto: pxhere.com]

INFLASI pangan bukan lagi sekadar angka statistik di laporan Badan Pusat Statistik (BPS), melainkan kenyataan pahit yang setiap hari kita rasakan. Harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, cabai, telur, hingga minyak goreng terus merangkak naik, sementara daya beli masyarakat tak selalu mampu mengimbanginya. Ketika harga-harga ini naik, bukan hanya dompet kita yang menjerit, tetapi juga kualitas gizi, kestabilan rumah tangga, hingga ketahanan ekonomi nasional ikut terancam.

Data BPS menunjukkan bahwa pada Mei 2025, inflasi tahunan Indonesia mencapai 3,6%, dengan andil inflasi pangan sebesar 2,1%. Komoditas penyumbang inflasi terbesar antara lain beras, cabai merah, dan daging ayam ras. Harga beras medium, misalnya, kini menembus Rp14.700 per kilogram secara nasional, naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa sektor pangan menjadi penyumbang utama tekanan harga yang kita hadapi sehari-hari.

Kenaikan harga pangan bukan hanya disebabkan oleh faktor musiman seperti gagal panen akibat cuaca ekstrem, tetapi juga oleh persoalan struktural yang belum tuntas dibenahi. Salah satu faktor dominan adalah ketergantungan kita pada impor komoditas tertentu, seperti kedelai dan bawang putih. Ketika nilai tukar rupiah melemah atau harga di pasar internasional naik, maka harga pangan di dalam negeri ikut terpengaruh. Ini membuat kita sebagai konsumen harus menanggung beban ekonomi yang sesungguhnya bisa dihindari jika produksi dalam negeri lebih mandiri dan efisien.

Tak hanya itu, rantai distribusi pangan yang panjang dan berlapis-lapis juga turut menyumbang mahalnya harga di tingkat konsumen. Sebuah studi Kementerian Pertanian pada 2024 mencatat bahwa selisih harga antara petani dan konsumen bisa mencapai 150% hingga 200% untuk komoditas hortikultura seperti cabai dan tomat. Artinya, harga yang kita bayarkan di pasar sebagian besar bukan berasal dari ongkos produksi petani, melainkan dari biaya distribusi dan keuntungan tengkulak di sepanjang jalur distribusi.

Dampak inflasi pangan terhadap kehidupan sehari-hari sangat nyata. Bagi rumah tangga kelas menengah ke bawah, pengeluaran untuk pangan bisa mencapai lebih dari 50% bahkan 70% dari total belanja bulanan. Ketika harga pangan naik, mereka harus mengurangi konsumsi protein hewani seperti daging, telur, atau ikan, yang akhirnya berdampak pada kualitas gizi keluarga. Ini bukan hanya soal kenyang, tapi juga soal kesehatan dan masa depan generasi mendatang.

Selain itu, inflasi pangan juga memperdalam ketimpangan sosial. Kelompok masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan menjadi kelompok yang paling rentan. Sementara sebagian kelompok kelas atas masih mampu menyesuaikan konsumsi mereka, kelompok miskin terpaksa harus berhemat secara drastis, atau bahkan berutang untuk memenuhi kebutuhan harian. Dalam jangka panjang, hal ini akan memperbesar jurang sosial dan memicu gejolak sosial, ekonomi, dan politik.

Solusi jangka pendek seperti operasi pasar atau subsidi harga memang dapat meredam gejolak sesaat, tetapi tidak menyentuh akar persoalan. Kita membutuhkan kebijakan yang lebih berorientasi pada kemandirian pangan, seperti investasi besar-besaran di sektor pertanian, peningkatan produktivitas petani, pemangkasan rantai distribusi, serta perlindungan terhadap lahan pertanian dari alih fungsi yang semakin masif.

Di sisi lain, kita sebagai konsumen juga bisa berperan. Dengan mendukung produk lokal, mengurangi pemborosan makanan, dan memilih belanja langsung ke petani atau pasar tradisional, kita bisa ikut memperbaiki ekosistem pangan nasional. Gerakan seperti urban farming dan koperasi pangan lokal juga layak didukung karena memperpendek rantai pasok dan menstabilkan harga di tingkat konsumen.

Oleh karena itu, kita tidak bisa membiarkan harga pangan terus melambung tanpa upaya serius untuk menanggulanginya. kita tak boleh pasrah pada gejolak harga yang terus menekan. Kita harus mulai membangun sistem pangan yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat kecil. Sebab, jika pangan adalah hak dasar manusia, maka pemenuhan dan kestabilan harga pangan adalah tanggung jawab bersama. Dan saat meja makan kita mulai terasa sepi dari lauk-pauk, itu pertanda bahwa ada yang harus segera kita benahi dari sistem ekonomi kita hari ini.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code