Ad Code

Benarkah Dunia Kembali ke Era Merkantilisme Akibat Perang Dagang?

Perdagangan di Venesia era merkantilismen [Ilustrasi: wikipedia]

DUNIA kini tengah menghadapi sebuah ancaman besar yang datang bukan dari perang bersenjata, tetapi dari kebijakan ekonomi yang semakin mengarah ke proteksionisme ekstrem. Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat terhadap 145 mitra dagangnya membuat banyak pihak terkejut. Hal ini menggambarkan bahwa dunia perlahan-lahan mundur satu abad ke belakang, kembali ke zaman ketika kepentingan nasional dijaga melalui penghalang perdagangan, seperti di era Merkantilisme abad ke-16 hingga ke-18.

Itulah yang digambarkan Menteri Keuangan, Sri Malyani, dalam sidang paripurna DPR kemarin (Selasa, 20/5/2025). Pada dasarnya kebijakan tersebut merupakan bentuk perlindungan ekonomi dalam skala besar. Negara-negara yang terkena dampaknya mulai bereaksi, ada yang memilih jalur diplomasi bilateral, tetapi tak sedikit pula yang memilih jalan retaliasi dengan menerapkan tarif balasan. Ketegangan ini menimbulkan ketidakpastian global dan mengancam stabilitas tatanan ekonomi internasional yang selama ini dibangun melalui sistem perdagangan bebas.

Satu hal yang menyedihkan adalah lembaga dunia seperti World Trade Organization (WTO), yang seharusnya menjadi penengah dalam konflik dagang antarnegara, justru tidak lagi memainkan peran efektif. Dunia seakan berjalan tanpa wasit, dan masing-masing negara bertindak sesuka hati demi melindungi kepentingannya sendiri.

Kita harus menyadari bahwa situasi ini bukan sekadar konflik antara dua negara besar. Dampaknya jauh lebih luas dan menjangkau seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ketidakpastian global ini bukan hanya menyulitkan pelaku usaha dalam mengambil keputusan investasi dan ekspansi, tetapi juga menciptakan tekanan besar pada sektor keuangan dan perdagangan internasional.

Kondisi ekonomi dunia yang sejak awal tahun sudah rapuh, kini semakin memburuk. Ketegangan dagang dan berbagai kebijakan proteksionis yang tidak terkoordinasi telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global secara signifikan. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 hanya akan mencapai 2,8 persen, turun 0,5 persen dari proyeksi sebelumnya. Sementara pada 2026, ekonomi global hanya akan tumbuh sebesar 3 persen, lebih rendah 0,3 persen dari prediksi awal.

Kita di Indonesia tentu tidak bisa menghindar dari dampaknya. Perekonomian nasional juga terkena imbas cukup serius. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 dan 2026 diturunkan menjadi hanya 4,7 persen. Ini berarti penurunan sebesar 0,4 persen dari proyeksi awal yang dibuat pada Januari 2025. Penurunan ini merupakan sinyal bahwa ketidakpastian global memberikan tekanan nyata pada roda ekonomi domestik kita.

Namun di tengah situasi yang mengkhawatirkan ini, ada satu hal yang bisa kita lakukan: beradaptasi dan memperkuat fondasi ekonomi dalam negeri. Kita perlu memperkuat daya saing industri lokal, mendorong inovasi, serta memperluas pasar ekspor non-tradisional. Efisiensi anggaran juga harus terus dilakukan agar anggaran negara benar-benar digunakan untuk memperkuat sektor yang produktif dan mendukung pertumbuhan jangka panjang.

Situasi global yang tidak menentu ini juga menjadi pengingat bahwa ketergantungan pada pasar luar negeri memiliki risiko tinggi. Oleh karena itu, kita harus mulai membangun ketahanan ekonomi dari dalam, memperkuat konsumsi domestik, dan mendorong pelaku usaha kecil dan menengah untuk naik kelas.

Perang dagang adalah cermin bahwa kepentingan nasional sedang dikedepankan oleh masing-masing negara, dan kerja sama multilateral mulai ditinggalkan. Jika dunia tidak segera kembali ke jalur kerja sama dan saling pengertian, maka bukan tidak mungkin kita akan melihat krisis global yang lebih besar dalam beberapa tahun ke depan.

Sebagai bagian dari komunitas global, kita tidak bisa tinggal diam. Kita harus terus memperjuangkan keterbukaan ekonomi yang sehat, memperkuat diplomasi dagang, dan memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi bagian penting dari rantai pasok dunia yang adil dan berkelanjutan. Dunia boleh saja mundur ke era Merkantilisme, tetapi kita harus terus melangkah maju dengan semangat kerja sama dan solidaritas.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code