Ad Code

Penetapan Situs Rumah Kelahiran Soekarno di Ploso Jombang, Tinggal Menunggu Bom Waktu!

Sabrank Suparno [Foto: istimewa]
UNTUK tulisan kali ini, saya mendapat kiriman tulisan dari seorang kawan penulis, Sabrank Suparno, seorang penyair dan esais, Redaktur Lincak Sastra Jombang, juga Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jombang periode 2017-2021, untuk didokumentasikan dan diposting di webblog pribadi saya ini. Berikut catatan atau tulisannya seputar jejak "Rumah Kelahiran Soekarno" di Ploso Jombang yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan kembali. 

SAYA berangkat jam 16.00 WIB menghadiri diskusi jejak Bung Karno di Sekolah Ongko 2 bekas bangunan tempat Raden Soekani ayah Soekarno mengajar di Ploso Jombang pada 28 Juni 2025. Saya sengaja berangkat lebih awal demi observasi sosiologi mengamati geliat warga sekitar. Saya njujug bekas rumah yang dihuni Raden Soekeni yang pada 1902 di rumah tersebut Soekarno dilahirkan. Saya ngerumpi dengan warga dan membincang banyak hal tentang rumah tersebut. Dan setiap warga memahami detail perihal riwayat rumah tersebut cerita turun-temurun dari orang tua dan kakeknya.

Sehabis maghrib sebelum acara dimulai pukul 19.00 WIB, saya ngopi di warung pinggir jalan dekat Sekolah Ongko 2. Ada Pak Taji, pemilik warung sudah tua berusia sekitar 65 tahun dan dua orang tua langganan di warung tersebut. Saya diam dan tidak memperkenalkan diri dan/atau mengorek informasi. Para sepuh ini ngobrol soal acara goes ontel, rencana nyambangi teman yang sakit, main bola tenis. Lalu mereka membincang jika ada acara diskusi Soekarno. Bahkan mereka membincang jika bulan Juni ini Soekarno dibicarakan di empat tempat, Bali, Sidoarjo Mojokerto dan Ploso. Dari obrolan tersebut saya menyimpulkan bahwa tentang Soekarno lahir di Ploso hampir diketahui dan disadari warga setempat. 

Ketika acara diskusi dimulai, saya menyaksikan, ternyata yang hadir banyak para veteran, orang tua-tua yang terlibat sebagai kesaksian masa kecil Bung Karno. Dari pengamatan tersebut saya menyimpulkan sedemikian kuat gerakan warga sekitar tentang "Rumah Kelahiran Bung Karno". Geliat warga Ploso mencipta corak baru sejarah bahwa tentang Rumah Kelahiran Soekarno di Ploso Jombang sudah dalam tingkat gerakan warga. Bukan lagi kegiatan sebuah komunitas yang diseriusi beberapa orang lantaran hobi pada hal tertentu. Atau kegiatan individu sebagai penggalian data riset penelitian karya ilmiah atau buku. Sekali lagi, Titik Nol Soekarno bukan kegiatan komunitas atau individu, melainkan Gerak Sosial dari warga, pamong, kaum terpelajar, Kades, Camat, Polsek dan Koramil Ploso secara menyeluruh sebagai mesin otomatis sirkulasi informasi tentang "Rumah Kelahiran Soekarno".

Saya juga mengamati pemahaman publik di Jombang tentang Rumah Kelahiran Soekarno di Ploso dari beberapa media yang saya pantau. Atau dari Group Kabar Jombang termasuk saya admin group. Warga Jombang Utara sebagai basos lebih cepat meluas dan lebih jauh menemukan banyak dokumentasi dan peristiwa tentang kelahiran Soekarno. Sementara wilayah Jombang yang lain ada yang masa bodoh, acuh, baru tau, masa iya. Pemahaman informasi yang terpaut jauh dan itu terjadi di semua lapisan masyarakat meskipun sesama pemegang HP. Hal wajar sebab semua orang sibuk menyelesaikan hobi dan urusan pribadi mereka. Artinya, yang kita sangka informasi ini sudah meluas, ternyata masih ada yang tertinggal jauh termasuk anggota dewan dan dinas terkait yang tidak mungkin sempat membaca atau telusur melacak data. 

Ada juga ngerumpinya komunitas sejarah Jombang yang ngentahi di group tapi juga tidak melakukan observasi. Group omon-omon. Namun ada juga yang pelaku sejarah yang fair, tidak mendukung dengan rujukan data terbatas yang meskipun bahan kajiannya lemah dibanding temuan data di Ploso Jombang. 

Saya juga mendengar alasan bahwa Situs Rumah kelahiran Soekarno di Ploso terkategori penyelesaian yang sulit dengan isu tanah milik PJKA. Alasan yang tidak masuk akal karena lahan ada pemiliknya berdasar PTOK-D. Dan apalagi lahan milik negara justru malah gampang. 

Ada sinyalemen opini bahwa upaya situs kelahiran Soekarno di Ploso dikaitkan dengan pondok dan toriqoh siddiqiyah. Tapi opini tersebut juga tidak masuk akal. Selain persoalan sejarah harus utuh berdiri sebagai sejarah, tidak dikaitkan dengan kepentingan agama dan politik, kalau siddiqiyah berniat menguasai situs tersebut maka tanah akan dibeli lalu dikelola secara swasta. Atau area situs dibeli pemilik modal untuk dijadikan  industri dan menghapus jejak Soekarno. Peristiwa yang beberapa tahun lalu di Mojokerto hendak dibangun kawasan industri yang menghilangkan banyak situs Majapahit.

Sejak 2024 era bupati sebelumnya Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Jombang telah merekomendasikan ke kepala daerah agar situs Soekarno di Ploso segera diresmikan. Namun jajaran pemda waktu itu belum kuat derajat menunaikan 'ilmul yaqin' kebenaran ilmiah. TACB awalnya menyarankan situs Soekarno di Ploso bukan "Rumah Kelahiran" melainkan "Rumah Masa Kecil". 

"Lho, kalau rumah masa kecil sudah ada di mana-mana!" Sedang berdasar data dan analisis data situs Ploso kuat sebagai Rumah Kelahiran. Namun berdasar perhitungan data penguat yang terus bertambah, TACB Jombang akhirnya merekomendasikan sebagai Rumah Kelahiran. Secara kewenangan TACB meliputi: 1. Merekomendasikan situs sejarah. 2. Menaikkan atau menurunkan tingkat sebuah situs dari skala Kabupaten ke Nasional atau sebaliknya. 3. Menghapus keberadaan situs. TACB Surabaya misalnya berhak menurunkan Situs Rumah Kelahiran Soekarno di Pandean atau Lawang Seketeng menjadi Rumah Singgah Soekarno karena data kajian lemah. Namun TACB Jombang harus mengawal ulang kepala daerah perihal kenapa hasil temuannya tidak direalisasikan? Aneh jika tidak ditindaklanjuti. TACB telah bekerja entah berdasar telusur data sendiri atau berdasar informasi masyarakat.

TACB bersama dinas terkait hingga menemui Guruh Soekarno Putra (GSP) untuk memohon restu, tentu saja tidak direstui, sebab secara politis GSP sudah merestui Rumah Kelahiran Soekarno di Surabaya masa Walikota Bambang DH. 

Merujuk apa yang dikatakan Anhar Gonggong selaku pembicara Seminar Kebangsaan menyoal Bung Karno pada 15 Oktober 2024 di Alun Alun Jombang ketika menjawab pertanyaan peserta bagaiamana teknis mengeluarkan SK Rumah Kelahiran Soekarno di Ploso? Anhar Gonggong menjawab itu mutlak kewenangan Kepala Daerah. Situs adalah potensi kekayaan suatu daerah yang tidak terkait dengan sesuatu dari luar wilayah. Jawaban Anhar Gonggong dalam seminar tersebut berarti tidak harus berdasar restu GSP sebagai warga di luar Jombang. Upaya minta restu keluarga adalah langkah moral yang apapun hasilnya harus tunduk di bawah temuan ilmiah. "Al sungkanu lam ilmal yakinu."

Bagaiamanapun juga persoalan SK Bupati Penetapan Situs Rumah Kelahiran Soekarno di Ploso tinggal menunggu bom waktu. Entah pada era siapa yang menjadi Bupati Jombang kelak. Kepala daerah beserta jajaran pemkap yang paham betul, serius meneliti dan cawe-cawe pentingnya peninggalan sejarah. Upaya warga Ploso memprofailing, mengondisikan situs berharga di Ploso adalah upaya mencipta keharmonisan antara warga dan pemerintah daerah. Warga berperan menjaga sedang pemerintah berkewenangan menyelamatkan aset daerah. Yang diinginkan semua pihak adalah tempat dan bangunan sebagai kekayaan heritage terselamatkan. Jangan sampai tempat tersebut dibeli pemilik modal lalu semua tempat dihapus karena pemilik baru hendak membangun Pabrik Cendol Dawet. Jika itu yang terjadi dipastikan baik warga sekitar apalagi pemerintah daerah bakal jemamus.

*Sabrank Suparno. Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jombang periode 2017-2021. Tinggal di Sumobito Jombang.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code