Gagasan memperingati Hari Telur Sedunia lahir pada 1996 melalui konferensi International Egg Commission di Wina, Austria. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap nilai gizi telur dan perannya dalam menjaga ketahanan pangan. Tahun ini, tema yang diusung oleh World Egg Organisation adalah The Mighty Egg: Packed with Natural Nutrition, yang menegaskan bahwa sebutir telur adalah sumber nutrisi alami yang lengkap dan padat manfaat.
Telur merupakan makanan dengan kandungan protein berkualitas tinggi, kaya akan vitamin A, D, K, B6, B12, serta mineral penting seperti zat besi, zinc, dan selenium. Selain itu, telur juga mengandung kolin, zat yang berperan penting dalam menjaga fungsi otak dan daya ingat. Kombinasi kandungan ini menjadikan telur sebagai bahan pangan yang sangat bernilai untuk semua kelompok usia, dari anak-anak hingga lanjut usia.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat, telur tetap menjadi pilihan praktis dan bergizi. Mudah didapat, terjangkau, dan dapat diolah dalam berbagai bentuk, telur adalah contoh nyata bahwa kebutuhan gizi tidak selalu harus mahal atau rumit. Ia hadir di meja makan keluarga setiap hari, dari nasi goreng telur sederhana hingga aneka olahan tradisional yang menjadi bagian dari identitas kuliner kita.
Di Indonesia, peran telur semakin penting tidak hanya sebagai bahan konsumsi, tetapi juga sebagai komoditas ekonomi strategis. Berdasarkan data Kementerian Pertanian dan beberapa lembaga ekonomi, produksi telur ayam ras nasional pada tahun 2024 mencapai lebih dari 6,3 juta ton dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta ton pada 2025. Jumlah tersebut bahkan melampaui kebutuhan konsumsi nasional yang berada di kisaran 6,2 juta ton. Indonesia kini termasuk dalam tiga besar produsen telur terbesar di dunia, dengan total produksi mencapai lebih dari 140 miliar butir telur setiap tahun.
Dari sisi konsumsi, tren masyarakat menunjukkan dinamika yang menarik. Beberapa laporan mencatat bahwa rata-rata konsumsi telur masyarakat Indonesia sekitar 22 kilogram per kapita per tahun, meskipun ada data lain yang memperkirakan angkanya berada di kisaran 6–7 kilogram per kapita untuk telur ayam ras. Angka ini menunjukkan bahwa masih ada ruang besar untuk meningkatkan konsumsi protein hewani di dalam negeri, terutama melalui edukasi gizi masyarakat.
Produksi telur itik juga menunjukkan perkembangan positif, dengan hasil sekitar 350 ribu ton per tahun, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan produksi telur itik tertinggi di Asia Tenggara. Potensi besar ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan nasional, tetapi juga membuka peluang ekspor yang lebih luas.
Melalui Hari Telur Sedunia 2025, kita diingatkan kembali bahwa telur bukan hanya tentang gizi, tetapi juga tentang kehidupan, keberlanjutan, dan solidaritas. Dari sebutir telur yang sederhana, kita belajar bahwa kekuatan besar bisa lahir dari hal kecil. Ketika kita menikmati telur di meja makan—baik direbus, digoreng, atau dijadikan bahan kue—kita sebenarnya sedang merayakan salah satu anugerah alam yang paling menyehatkan dan menumbuhkan kehidupan.
Mari menjadikan Hari Telur Sedunia sebagai momentum untuk memperkuat kesadaran gizi, mendukung peternak lokal, dan memastikan setiap telur yang dihasilkan tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga memberi manfaat bagi kesehatan dan masa depan bangsa.
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!