![]() |
| Model iklan yang unik [Sumber: instagram/awreceh.id] |
DI era digital yang bergerak cepat, kemampuan menjual tidak lagi hanya ditentukan oleh produk yang bagus, tetapi juga oleh bagaimana kita bercerita tentang produk itu. Di sinilah copywriting menjadi keterampilan kunci. Menurut materi klasik yang dikembangkan sejak masa John Emory Powers, copywriter pertama yang bekerja secara profesional pada tahun 1886 dengan bayaran fantastis yang mencapai $100 per hari, setara hampir Rp10 miliar per hari dalam nilai sekarang, seni menjual dengan kata-kata ternyata bukan hal baru. Namun, relevansinya justru semakin besar di masa kini.
Copywriting berasal dari dua kata copy (menyalin ide atau teks untuk dipublikasikan) dan writing (menulis). Artinya, copywriting adalah seni menulis teks persuasif berdasarkan ide atau visual yang sudah ada untuk kebutuhan komunikasi dan pemasaran. Dahulu copywriting hanya terkait media cetak, tetapi sekarang digunakan di hampir semua kanal: iklan digital, caption media sosial, script video, landing page, hingga pesan pendek customer service online .
Tren kebutuhan copywriter pun terus meningkat. Berdasarkan laporan global permintaan skill digital tahun 2024–2025, copywriting terus masuk dalam 10 keterampilan freelance paling dicari bersama SEO, social media marketing, dan editing. Bahkan beberapa studi pasar menunjukkan bahwa perusahaan kini mengutamakan kandidat dengan kemampuan menulis persuasi dibanding kemampuan teknis lain, terutama di industri startup dan UMKM yang menuntut efisiensi tenaga kerja digital.
Skill ini penting karena kita hidup di dunia yang penuh distraksi. Riset menunjukkan rata-rata perhatian pengguna internet kini hanya sekitar 7–8 detik. Artinya, hanya copy yang tepat sasaran yang mampu menarik perhatian sebelum jari pengguna bergerak menggulir ke konten berikutnya. Dalam konteks ini, copywriting bekerja bukan hanya untuk menjual, tetapi membangun hubungan dan menciptakan persepsi yang kuat mengenai brand.
Materi dari file juga menekankan perbedaan mendasar antara content writing dan copywriting. Content writing menuntut logika yang kuat, struktur bahasa yang rapi, dan tulisan yang lebih panjang. Sebaliknya, copywriting fokus pada respons emosional, sering kali lebih singkat, dan yang terpenting mampu membuat audiens "ingin" melakukan sesuatu, misalnya membeli, mencoba, atau sekadar tertarik lebih jauh .
Untuk menghasilkan copy yang baik, kita perlu memahami konsep S3 Marketing Harvard yang meliputi product knowledge, target market research, dan copywriting goal. Kita perlu tahu betul produk yang kita jual, memahami siapa audiens kita, serta menentukan tujuan tulisan—apakah untuk branding, engagement, opini, atau konversi. Dari situ kita memilih angle yang tepat dan menemukan pain point yang paling relevan. Teknik ini efektif digunakan dari teks iklan, slogan, caption, hingga headline berita.
Saat ini, kebutuhan copywriting juga tumbuh karena ekosistem digital Indonesia berkembang pesat. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024 menunjukkan jumlah pengguna internet telah mencapai 224 juta, mendorong kompetisi konten yang semakin padat. Brand—baik besar maupun kecil—harus berlomba menciptakan pesan yang langsung mengena, mudah dipahami, dan mampu menciptakan aksi.
Dengan demikian, copywriting adalah jembatan antara produk dan manusia. Ia bukan sekadar tulisan, tetapi strategi komunikasi yang membuat kita mampu menyampaikan nilai, memengaruhi keputusan, dan membangun koneksi emosional. Dengan kata lain, copywriting adalah seni menjual dengan kata.


0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!