Ad Code

Bagaimana Kelas Menengah Bertahan di Tengah Perlambatan Ekonomi?

[ilustrasi: cnbnindonesia.com]

PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025, seperti yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), hanya mencapai 4,87 persen, terendah sejak 2021. Angka ini mencerminkan gejala stagnasi yang dipicu oleh penurunan konsumsi rumah tangga serta tekanan eksternal, seperti perang dagang global. Bagi kelompok kelas menengah, situasi ini menjadi ujian berat, yaitu bagaimana bertahan dan berkembang di tengah ketidakpastian yang semakin meluas?

Selama ini, kelas menengah menjadi pilar utama penggerak ekonomi domestik, dengan kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga yang mencakup lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, data menunjukkan bahwa proporsi konsumsi kelompok ini menyusut dari hampir 50 persen menjadi sekitar 47,5 persen dalam tiga dekade terakhir. Fenomena ini menandakan pergeseran kekuatan ekonomi ke kelompok berpendapatan tinggi yang porsinya terus tumbuh.

Kondisi tersebut diperparah oleh meningkatnya kesenjangan daya beli. Kelompok atas, meskipun hanya mencakup sekitar 20 persen populasi, menikmati ruang konsumsi yang semakin luas. Sebaliknya, stagnasi pendapatan riil mendorong kelas menengah menahan pengeluaran, bahkan terpaksa mengandalkan tabungan dan menambah utang melalui pinjaman daring berbunga tinggi. Tren ini menciptakan kerentanan ekonomi yang kian dalam jika tidak segera diantisipasi.

Deflasi yang terjadi pada awal 2025 bukan merupakan pertanda baik, melainkan sinyal lemahnya permintaan. Harapan akan lonjakan konsumsi selama Ramadan tidak terwujud secara signifikan. Kelesuan daya beli ini memicu penurunan produksi, melemahkan semangat pelaku usaha, dan pada akhirnya meningkatkan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.

Situasi tersebut turut memengaruhi struktur ketenagakerjaan. Banyak pekerja yang terdorong untuk beralih ke sektor informal demi mempertahankan pendapatan. Padahal, pekerjaan di sektor formal menawarkan perlindungan sosial dan kepastian hukum yang lebih kuat. Melemahnya sektor formal turut menggerus kemampuan mempertahankan status kelas menengah, dan meningkatkan risiko jatuh ke jurang kemiskinan.

Meski demikian, hadirnya kelompok calon kelas menengah yang kini mencakup hampir separuh penduduk Indonesia menghadirkan peluang pemulihan ekonomi. Jika daya beli kelompok ini diarahkan pada produk lokal dan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), perputaran ekonomi domestik dapat diperkuat secara signifikan. Dukungan terhadap pelaku usaha kecil akan membangun ketahanan ekonomi dari akar rumput.

Prioritas keuangan perlu ditata ulang. Kebutuhan dasar seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan anak harus menjadi fokus utama, sementara pengeluaran untuk barang non-esensial sebaiknya ditekan. Penyusunan anggaran bulanan yang realistis, disertai disiplin pengelolaan keuangan, menjadi fondasi penting untuk menghindari utang konsumtif. Menabung secara konsisten, sekecil apa pun jumlahnya, dapat memberikan bantalan menghadapi tekanan ekonomi.

Selain efisiensi, diversifikasi pendapatan juga penting dilakukan. Era digital membuka peluang untuk menjalankan usaha sampingan secara daring, menjual produk kerajinan, atau bekerja secara lepas sesuai keahlian. Investasi pada instrumen yang relatif aman, seperti reksa dana pendapatan tetap atau obligasi pemerintah, dapat memberikan imbal hasil stabil sekaligus melindungi nilai aset dari inflasi.

Peningkatan literasi keuangan menjadi kebutuhan mendesak. Pemahaman yang memadai mengenai produk keuangan memungkinkan masyarakat memilih instrumen investasi atau pembiayaan yang sesuai dengan profil risiko masing-masing. Penggunaan kartu kredit dan pinjaman daring berbunga tinggi sebaiknya dihindari. Sebaliknya, fasilitas keuangan formal dengan bunga wajar serta perlindungan melalui asuransi layak dipertimbangkan sebagai upaya menciptakan ketahanan finansial.

Kedaulatan ekonomi kelas menengah bergantung pada sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Kebijakan publik perlu berpihak pada kestabilan harga serta penciptaan lapangan kerja yang inklusif. Pelaku industri pun diharapkan berkontribusi melalui penyediaan pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan zaman, agar masyarakat lebih siap menghadapi transformasi ekonomi.

Di tengah tekanan global dan domestik, kekuatan kelas menengah terletak pada kapasitas beradaptasi dan membangun solidaritas ekonomi. Dukungan terhadap produk dalam negeri, pengelolaan keuangan yang bijak, serta kesiapan menghadapi perubahan merupakan kunci menjaga keberlanjutan. Kelesuan ekonomi memang menjadi tantangan, namun dengan strategi tepat, momentum ini dapat diubah menjadi peluang untuk bangkit secara lebih tangguh dan berdaya saing.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code