Ad Code

Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen "Ndasmu” dan Bayang-Bayang Kritikan Presiden Prabowo

[Ilustrasi: finance.detik.com]

MASIH segar dalam ingatan publik, ucapan Prabowo Subianto pada 2019 lalu yang begitu lantang menyebutkan "Pertumbuhan ekonomi 5 persen ndasmu!”. Saat itu, ia mengkritik keras klaim pemerintah Jokowi yang menyebut perekonomian Indonesia stabil tumbuh di kisaran 5 persen. Menurutnya, angka itu tidak mencerminkan kenyataan di lapangan, karena rakyat masih kesulitan mencari pekerjaan, harga-harga tak terkendali, dan jurang kesenjangan semakin lebar.

Kini, roda sejarah berputar. Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen. Angka ini kemudian diklaim pemerintah Prabowo sebagai capaian yang patut disyukuri. Namun, yang menarik, justru banyak kritik bermunculan dari kalangan ekonom, pengamat, hingga politisi. Mereka mempertanyakan logika pertumbuhan yang seolah stabil di angka lima persen, padahal realitas sosial-ekonomi masyarakat menunjukkan tantangan yang lebih berat.

Beberapa pengamat menilai pertumbuhan 5,12 persen hanyalah angka statistik yang tidak sepenuhnya mencerminkan kesejahteraan rakyat. Inflasi pangan, utang yang terus menanjak, melemahnya daya beli masyarakat, hingga tingginya angka pengangguran terselubung, semua itu menjadi catatan serius. Kritik serupa yang dulu pernah dilontarkan Prabowo, kini justru diarahkan kepada pemerintahannya sendiri.

Publik tentu tidak lupa dengan sikap oposisi Prabowo ketika itu, yang tegas membongkar retorika angka pertumbuhan lima persen. Ironisnya, kini ia berada pada posisi yang sama, yaitu membela angka statistik resmi, sambil menghadapi kritik yang persis seperti dulu ia lontarkan. Perubahan posisi politik seakan menegaskan bahwa angka pertumbuhan kerap menjadi arena permainan narasi, lebih daripada refleksi utuh dari kondisi ekonomi nyata.

Yang menjadi prtanyaan adalah apakah pertumbuhan ekonomi 5,12 persen hari ini benar-benar berbeda dari yang dikritik Prabowo pada 2019? Ataukah kita hanya sedang menyaksikan ulangan sejarah, di mana angka-angka makroekonomi menjadi tameng dari kenyataan getir rakyat kecil?

Pernyatan ini bukan sekadar nostalgia belaka, melainkan pengingat dan reflektor bagi siapa saja. Kata-kata “5 persen ndasmu” mestinya tetap menjadi alarm bagi siapapun yang berkuasa, termasuk Prabowo sendiri, agar tidak terjebak pada glorifikasi angka. Sebab, esensi pembangunan ekonomi bukan sekadar mengejar pertumbuhan, melainkan memastikan bahwa rakyat benar-benar merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code