PADA setiap tanggal 8 September, dunia memperingati Hari Literasi Internasional, sebuah momen yang mengajak kita meninjau ulang makna melek aksara di tengah arus informasi yang tak henti. Menurut UNESCO, pada 2025 ini tema Hari Literasi Internasional adalah “Promoting literacy in the digital era”, yang dimaknai bahwa kecakapan membaca, menulis, dan bernalar harus menyatu dengan literasi digital agar kita tidak sekadar terhubung, melainkan benar-benar memahami.
Kabar baiknya, tingkat melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan Susenas 2023, angka melek huruf nasional mencapai 96,53%. Artinya, dari setiap 100 orang dewasa, lebih dari 96 orang sudah bisa membaca dan menulis, dua hal yang modal dasar kita agar dapat mengakses pekerjaan, layanan publik, dan partisipasi sebagai warga.
Namun, kemampuan memahami bacaan yang lebih kompleks masih menjadi pekerjaan rumah besar kita. Hasil PISA 2022 menunjukkan skor membaca siswa Indonesia berada di 359, turun dari 371 pada 2018 dan masih di bawah rata-rata negara-negara OECD. Data ini menandakan banyak dari kita masih kesulitan menafsirkan teks, data, dan visual. Padahal, tiga hal tersebut menjadi kompetensi krusial dalam mengambil keputusan di era serba digital saat ini. Peningkatan literasi karenanya tidak cukup dengan menambah buku saja, tetapi cara kita belajar dan berlatih membaca juga perlu berubah.
Di sisi lain, minat baca masyarakat Indonesia menunjukkan tren penguatan. Menurut BPS, Tingkat Gemar Membaca (TGM) nasional tahun 2024 tercatat 72,44 (kategori sedang), sinyal bahwa ekosistem literasi mulai bergerak, dari ketersediaan bahan bacaan hingga aktivitas membaca harian. Kenaikan ini patut kita syukuri sekaligus kita jadikan pijakan untuk lompatan berikutnya, yaitu mengubah kebiasaan membaca menjadi kemampuan bernalar kritis, berdiskusi berbasis bukti, dan menulis jernih di ruang digital.
Lantas, mengapa jurang antara melek huruf dasar dan literasi fungsional-kritis masih terbuka di Indonesia? Pertama, paparan gawai membuat kita lebih sering “membaca cepat” daripada “membaca dalam”, sehingga banyak gagasan tertinggal di permukaan. Kedua, ketimpangan akses antara kota dan desa, antar sekolah, dan antar rumah tangga, sehingga membentuk kebiasaan literasi yang tidak merata. Ketiga, banjir informasi tanpa kurasi membuat kita mudah terseret disinformasi, termakan hoax, sementara keterampilan memeriksa sumber belum dilatih secara sistematis. Keempat, budaya evaluasi yang menekankan hafalan sering belum memberi ruang pada penalaran dan dialog.
Untuk menutup jurang itu butuh langkah serentak dan konkret. Di ruang kelas, guru perlu dukungan pelatihan dan materi untuk mengintegrasikan strategi close reading, diskusi berbasis teks, dan tugas lintas mata pelajaran yang menuntut penalaran berbasis bukti. Di rumah, orang tua dan kita semua bisa membangun ritme “15 menit membaca bermakna” setiap hari (cetak maupun digital) agar stamina kognitif tumbuh pelan tapi pasti. Di komunitas, perpustakaan fisik dan digital perlu diperkuat dengan kurasi konten yang relevan, akses terbuka, serta kegiatan literasi yang menyenangkan dan kontekstual.
Di tingkat kebijakan, ada beberapa akselerator yang bisa kita dorong: memperluas asesmen literasi awal kelas 1–3 agar intervensi datang tepat waktu, memberi insentif bagi pemerintah daerah yang berhasil menaikkan TGM dan hasil belajar membaca, mempercepat digitalisasi bahan bacaan terbuka melalui perpustakaan, mendorong zero-rating untuk konten edukasi, serta kemitraan dengan penerbit dan ritel buku guna menekan harga dan memperluas distribusi hingga desa.
Dengan demikian, Hari Literasi Internasional kali ini benar-benar menjadi momentum untuk perbaikan literasi kita, yang tidak sekadar meningkatkan angka melek huruf dan minat baca saja, tetapi juga membangun pemahaman bacaan dan nalar kritis di tengah derasnya arus digital. Dengan pemahaman bacaan dan nalar kritis, kita tidak hanya menjadi pembaca yang baik, tetapi juga menjadi masyarakat yang berdaya, tangguh, tidak mudah terbawa berita-berita tidak jelas atau hoax, sehingga benar-benar memperoleh informasi yang bersih dan jernih.
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!