![]() |
| Kenduren Wonosalam pada 2023 [Foto: Dok. Pribadi] |
Wonosalam memiliki data dan prestasi yang menguatkan urgensi ini. Berdasarkan laporan resmi pemerintah daerah, terdapat sekitar 143.060 pohon durian di kecamatan ini—sekitar 89 persen dari total pohon durian di Kabupaten Jombang. Produksi tahunannya mencapai sekitar 54.377 kuintal, menjadikan Wonosalam bukan hanya sentra durian lokal, tetapi salah satu produsen penting di Jawa Timur.
Untuk komoditas lain, seperti salak, mencapai 61.156 kuintal per tahun, menjadikannya penyumbang terbesar di seluruh kabupaten. Aktivitas masyarakat juga menunjukkan ekosistem yang hidup, Festival Kenduren Durian Wonosalam, Kontes Durian Unggul, Bancakan Salak Galengdowo, Andum Alpukat Sambirejo, Tumpengan Manggis Jarak, sampai rekor MURI sambung dini untuk bibit Durian Bido. Semua ini menjadi bukti bahwa Wonosalam bukan hanya memiliki potensi, tetapi juga energi sosial untuk mendorong kemajuan.
Dalam mengembangkan ABN, sebenarnya memiliki dua model dasar, yaitu sebagai sekolah vokasi formal atau sebagai komunitas (learning hub) nonformal. Sekolah vokasi menawarkan keunggulan berupa standar kompetensi yang jelas, kurikulum yang terstruktur, tenaga pengajar bersertifikat, serta kemampuan mengeluarkan ijazah dan sertifikasi yang diakui nasional. Kedepannya bahkan berpeluang menjadi pusat penelitian terapan yang mengembangkan budidaya durian unggul, pascapanen, hingga inovasi produk turunan. Namun, di sisi lain, pendirian model vokasi membutuhkan infrastruktur besar, proses perizinan yang panjang, dan pembiayaan yang tidak kecil. Untuk daerah seperti Wonosalam, langkah ini mungkin terlalu berat jika dilakukan secara langsung.
Sebaliknya, model komunitas atau learning hub menawarkan fleksibilitas, yang bisa dimulai lebih cepat, biaya operasionalnya relatif lebih kecil, dan bisa langsung menyentuh petani, UMKM, dan generasi muda desa. Model ini dapat menghidupkan pelatihan budidaya, workshop pengolahan buah, demplot, hingga inkubasi usaha. Walaupun tidak bisa mengeluarkan ijazah akademik, reputasi model ini bisa dibangun dari kualitas program dan jejaring narasumber. Namun model ini juga memiliki keterbatasan, semisal legitimasi formalnya rendah dan kapasitas lembaganya tergantung pada dinamika komunitas.
Melihat peluang dan tantangan itu, pilihan paling realistis untuk Wonosalam adalah mengembangkan model hybrid, yaitu memulai sebagai learning hub berbasis komunitas, lalu bertahap berkembang menjadi lembaga vokasi formal ketika kapasitas dan infrastruktur sudah memadai. Model ini memberi ruang untuk bergerak cepat tanpa mengabaikan arah jangka panjang. Kita bisa membuka pelatihan di tahun pertama, menggelar demplot durian dan salak, membangun inkubator UMKM buah, lalu masuk ke program sertifikasi kompetensi pada tahun ketiga atau keempat. Ketika reputasi sudah kuat dan dukungan mitra semakin stabil, barulah kita mengajukan izin pendirian sekolah vokasi formal.
Model hybrid penting bukan hanya karena lebih ramah secara pembiayaan, tetapi juga karena sesuai dengan karakter Wonosalam. Masyarakat di sini punya modal sosial yang kuat, terbiasa bekerja dalam komunitas, dan memiliki antusiasme terhadap agrowisata. Dimulai dengan platform belajar yang merangkul petani, pengusaha lokal, dan pemuda desa, akademi bisa menjadi pusat pengetahuan sekaligus penggerak ekonomi. Ketika lembaga ini berubah menjadi vokasi formal, ia menjadi simbol kemajuan sekaligus jalan mobilitas sosial bagi generasi muda.
Dengan pendekatan yang tepat, ABN dapat menjadi tonggak baru bagi Wonosalam. ABN bukan hanya sarana belajar, tetapi katalis yang menyatukan potensi alam, inovasi, tradisi, dan masa depan. Dari lembah-lembah salak, lereng-lereng manggis, atau bukit-bukit durian Wonosalam, kita bisa menanam harapan, bahwa buah nusantara tidak hanya tumbuh di kebun, tetapi juga tumbuh di pikiran, keterampilan, dan kesejahteraan masyarakatnya.


0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!